Jumat, 18 Januari 2013

Dewasa itu Bukan Masalah Usia

Ingin rasanya kuluapkan amarahku seketika saat Bu Wiwi---untuk kedua kalinya---menjatuhkan BBku. Bukan..bukan karena BBku yang jatuh kemungkinan bisa rusak, karena aku tau dia memang tidak sengaja..yang membuat amarahku serasa di ubun-ubun karena dia mengabaikannya. Bukan..bukan karena ia tidak mengambilkan BBku yang sudah terkapar di lantai..tapi tak sepatahpun kata maaf terucap dari bibirnya. Bahkan seakan dia lebih merasa bahwa itu salahku yang menggeletakkan BBku---yang sedang di charge---disitu, di dekat telepon kantor, sehingga ia yang selesai memakai telepon membuat kabel chargernya tertarik hingga jatuh.

Ini bukan yang pertama, tapi yang kedua kalinya. Aku sungguh-sungguh marah melihatnya tak berniat sedikitpun untuk meminta maaf. Bahkan di kejadian pertama kalinya 'insiden' itu dengan santainya ia hanya berkata, "ah ga apa-apa itu (BBku)".

Untungnya aku masih mendengarkan bagian yang cukup waras dari dalam kepalaku. Meluapkan amarahku saat itu juga hanya akan menimbulkan masalah baru. Alasan pertama ibu itu lebih tua 33 tahun dariku dan yang paling utama dia 'sang senior' di kantorku, aku si anak baru tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa jika memakinya saat itu juga. Dan bukankah aku sudah bertekad untuk tidak kalah lagi dari emosiku yang meluap-luap. Aku harus mengontrolnya jika tak ingin menjadi 'penunggang yang dituntun kudanya'. Kularikan amarahku, kupendam dalam-dalam, walau saat menggeser kursi---untuk mengambil BBku yang terjatuh---aku tak bisa menahan diri untuk tidak sedikit membantingnya. Dan tak banyak bicara kupindahkan telepon kantor itu agar kejadian serupa tidak terulang. Tidak..aku tidak mengeluarkan sepatah katapun..karena menahan emosi bagiku butuh tenaga extra..fokus yang teramat fokus. Bu Wiwi?? Jangan heran dia sudah melenggang pergi sedaritadi keluar dari ruangan TANPA memperlihatkan rasa bersalah sedikitpun.

Diam belum cukup meredakan amarahku layaknya 'bom waktu' yang siap meledak kapan saja jika tidak dijinakkan. Aku berlari ke mesjid. Mungkin air wudhu dan solat Dzuhur 4 rakaat mampu menjinakkannya. Kuingat-ingat kembali ceramah saat pengajian kemarin. Bagaimana hebatnya Nabi Muhammad SAW mengontrol emosinya dengan cerdas. Alhamdulillah kali ini aku bisa menunggangi dan mengotrol 'kuda liar'-ku itu.

Kuluapkan sedikit amarahku sembari curhat di personal message BBMku "Semakin tua seseorang semakin sulit baginya untuk meminta maaf meski jelas-jelas sudah salah."
Sedikit bagian diriku ingin ia tau hanya karena ia dituakan bukan berarti setiap tindak tanduknya benar. Aku ingin ia tau bahwa harga diriku benar-benar terluka karenanya. Aku ingin ia tau entah bagaimana caranya---karena dia bukan pengguna BBM, aku sedikit berharap ada yang menyampaikan padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar