Selasa, 29 Januari 2013

Saat Ego Membuat Uang Tidak Berarti

Kau tau saat seseorang yang kau kenal mulai memperlihatkan sifat aslinya. Sifat buruknya yang mulai kelihatan semakin kau mengenalnya semakin buruk saja kelakuannya. Bu Rini, rekan kerjaku, aku sudah tau bagaimana egois dan pemarahnya dia. Tapi ternyata dia masih menyimpan keburukan yang lebih buruk daripada yang tampak selama ini.

Aku bukan tipe orang yang suka membicarakan orang lain. Aku tidak suka mencampuri urusan orang lain. Selama hal itu tidak bersinggungan denganku, aku akan masa bodoh. Bu Rini sudah melewati batas. Aku tau bagaimana korupnya dia, tau bahwa di belakang suaminya yang penyabar dia suka 'bermain' dengan pria lain. Tapi sejak Kepala Seksiku---Bu Tini---pensiun dan belum ada penggantinya, Bu Rini seakan-akan langsung melepas 'topeng' baik-baik yang dikenakannya.

Bertindak sok kuasa, mengatur-ngatur, dan yang paling menyebalkan hampir sepanjang hari marah-marah. Puncaknya saat ia tiba-tiba nge-BBM aku. Sambil marah-marah karena tiba-tiba ada undangan rapat kunjungan kerja anggota DPR RI. Memang, yang paling sering diandalkan---atau lebih tepatnya ditumbalkan---untuk mengikuti rapat hal-hal terkait seksi-ku, ialah aku. Berhubung hari itu aku sedang dinas keluar kota, Bu Rini yang diserahi undangan tersebut seperti kebakaran jenggot, karena tidak ada diriku yang bisa dia suruh seenak jidatnya. Dia pun marah-marah padaku karena pergi dinas luar kota tanpa terlebih dahulu memebritahunya perihal rapat hari itu, padahal disposisi baru keluar hari itu juga.

Aku tau dia marah karena ketidakhadiranku memposisikan dirinya untuk mewakili rapat tersebut. Satu hal yang aku tau lagi, dia hanya seorang pegawai yang hanya menginginkan bagimana mendapatkan uang banyak dengan usaha sedikit. Sebagai seorang pegawai senior seharusnya dia yang lebih berpengalaman bisa mengahandle hal remeh temeh seperti itu tanpa harus melampiaskan emosinya padaku.

Keesokan harinya, dia BBM aku lagi, namun dengan bahasa yang baik dan halus. Apalgi kalau bukan ada maunya. Dia ingin aku membantunya menghandle kegiatan dia. Aku tidak menggubrisnya. Aku ingin dia sadar, bahwa penjilat yang kerjanya hanya bersikap manis bila ada perlunya, tidak akan pernah mendapatkan teman sejati.

Meski aku tahu, bahwa sebagai seorang PNS semakin sering terlibat di banyak kegiatan, akan membuat pundi-pundi pemasukan bertambah. Tapi aku merasa malu pada egoku yang cenderung idealis, jika harus membantu orang yang tidak tahu bagaimana mengahargai rekan kerjanya. Membantu dia yang sering 'memakan' uang negara dan mengahamburkannya untuk bercinta dengan para lelaki lain dibelakang suaminya, bisa membuat harga diriku luluh lantak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar