Sabtu, 19 Januari 2013

Korupsi itu Bukan Cuma Milik Pejabat Tinggi

Tidak habis pikir aku melihat kelakuan beberapa orang seruangan. Korupsi..penggelapan..mengambil apa yang bukanlah hak mereka. Tidak..aku tidak bisa hanya diam..aku harus melaporkannya..itulah yang pertama muncul di kepalaku. Jika tidak maka semua barang dikantor bisa habis mereka ambil satu persatu. Monitor kantor, printer, CPU, TV, hingga dispenser pun bisa raib.

Dalam melaksanakan kegiatan menggunakan APBD---duit negara, duit rakyat---biasanya ada sisa anggaran. Oleh kepala seksi-ku---Bu Tini---dana sisa tersebut dibelanjakan beberapa keperluan untuk ruangan, seperti TV baru untu hiburan menghilangkan penat karena TV yang lama sudah rusak, tiga monitor baru karena kebanyakan yang kami gunakan adalah monitor-monitor jadul yang tentunya dapat menambah semangat kerja dan juga lebih hemat energi, satu set CPU dan monitornya karena terkadang kami harus mengantri untuk menggunakan komputer yang jumlahnya lebih sedikit daripada jumal kami---para staf---dalam satu seksi, dua printer baru karena printer lama yang rusak dan juga untuk melengkapi CPU dan monitor yang baru tadi. Intinya Bu Tini ingin agar kami dapat melaksanakan tugas negara sebaik-baiknya tanpa harus terkendala masalah sarana dan prasarana.

Terhitung sejak bulan Januari Bu Tinu pun memasuki masa pensiunnya. Tinggalah kami hingga saat ini belum memiliki penggantinya. Bu Wiwi dan Bu Rini---para senior di ruanganku---pun seperti pencuri yang ditinggalkan dalam rumah kosong yang ditinggal pemiliknya. Satu-persatu perangkat yang dulu dibeli oleh Bu Tini diambili oleh mereka. Monitor baru yang terpasang diganti kembali dengan monitor-monitor yang lama---monitor baru pun berpindah tempat ke rumah  mereka. Saat aku mempertanyakannya, dengan lancang pun bu Rini mejawab, "Ini kan dibelinya bukan dari pengadaan rutin kantor, nda di nomeri, nda masuk inventaris kantor, lagian ini dibelinya pake uang sisa kegiatan-KU, ya suka-suka aku to yo, kalau bukan karena uang sisa kegiatan-KU tidak mungkin ruangan kita bisa beli macam-macam begini."
Ya aku sangat shock hingga hanya menyahutinya dari dalam hati saja, "Tapi kan uang kegiatan Ibu BUKAN uang ibu, tapi uang negara!!"

Memang sejak awal sistem yang diterapkan di seksiku terbilang rancu. Setiap tahunnya kami akan mengadakan kegiatan sesuai dengan tupoksi seksi kami. Dan kepala seksi pendahulu---sebelum kepemimpinan Bu Tini---menerapkan sistem yang sangat aneh. Bagaimana tidak, setiap kegiatan akan memiliki Koordinator Kegiatan (Korgiat) masing-masing namun yang memegang dan mengelola anggarannya ya Korgiat itu sendiri. Peluang untuk korupsi benar-benar terbuka, padahal seharusnya di tiap seksi terdapat bendahara umum yang mengatur keluar-masuknya anggaran. Alhasil tiap kali ada sisa anggaran akan ditilap habis oleh si Korgiat. Bu Tini yang menyadari hal tersebut---karena Bu Wiwi dan Bu Rini TIDAK PERNAH memberikan laporan keuangan yang jujur---menerapkan adanya bendahara umum yang membantu Korgiat 'memperbaiki' pergerakan keuangan. Dari situlah akhirnya kami merasakan yang namanya "anggaran sisa" karena sebelumnya tidak pernah ada yang namanya "anggaran sisa".

Bu Wiwi dan Bu Rini yang merasa sebagai Korgiat merasa bahwa sisa dana kegiatan tersebut adalah hak mereka, mengambili satu-persatu perangkat yang dulu telah dibeli di bawah kepemimpinan Bu Tini. Apa benar-benar sudah TIDAK PUNYA rasa MALU sedikitpun?? Mengambili apa yang bukan milik mereka.

Oh aku tidak tinggal diam, aku mengadu ke Bu Eti sesama staf di seksiku, yang walaupun senior beliau termasuk staf baru di seksiku, pindahan dari seksi lain---secara berkala selalu ada rolingan staf---berbeda dengan Bu Wiwi dan Bu Rini yang memang sudah lama 'mendekam' di seksi ini. Dan Bu Eti pun menghubungi Bu Tini yang telah pensiun agar segera ditindaklanjuti hingga ke kepala bidangku---Bu Rara. Mereka benar-benar seperti berada di rumah kosong yang ditinggal oleh pemilikinya, sementara Bu Tini sudah pensiun dan belum memiliki pengganti, Bu Rara selaku kepala bidangku pun---dalam satu bidang terdapat tiga seksi---sedang ditugaskan untuk mengikuti diklat selama dua bulan. Entah kebijakan seperti apa kelak yang akan diambil Bu Rara, tapi sejauh ini aku sudah bertindak sesuai porsiku. Karena apapun alasannya, yang mereka lakukan itu tidak lain adalah PENJARAHAN.

Pencuri yang menjarah dari negaranya sendiri. Tragis memang tapi inilah realita yang terjadi di salah satu instansi besar di kota tempatku berdomisili ini. Saat mata semua rakyat tertuju pada pejabat-pejabat tinggi yang---katanya---korupsi, menggelapkan uang rakyat, merugikan negara, apakah mereka sadar bahwa pegawai instansi yang HANYA seorang staf sedang menggerogoti bangsa ini---sedikit demi sedikit, dan pastinya masih banyak Bu Wiwi dan Bu Rini lainnya di luar sana, di luar seksiku, di luar bidangku, di luar instansiku. Terkadang timbul sedikit rasa putus asa dalam hatiku, apakah negaraku ini masih bisa diselamatkan??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar